Selasa, 10 Agustus 2010

Analisi Keuangan Negara


A.    Umum
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD  ditetapkan dalam Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang lebih banyak menyangkut hubungan administratif antar kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah. Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan  lebih lanjut dengan keputusan presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran.
Penuangan dalam  keputusan presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum diperinci di dalam undang-undang APBN, antara lain:

1.  alokasi anggaran untuk  kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga,
2.  pembayaran gaji dalam belanja pegawai,
3. pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga.
B.     Ruang Lingkup dan Asas Umum Perbendaharaan Negara
Ruang lingkup perbendaharaan negara meliputi:
  • Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
  • Pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
  • Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
  • Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
  • Pengelolaan kas;
  • Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
  • Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
  • Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;
  • Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD; penyelesaian kerugian negara/daerah;
  • pengelolaan badan layanan umum (BLU); dan
Asas umum mengenai perbendaharaan  negara  meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi pemerintah pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
2. Setiap  pejabat  dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
3. Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN. Program pemerintah pusat dimaksud diusulkan di dalam rancangan undang-undang tentang APBN  serta disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan  pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dengan berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan negara.
4. Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
5. Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga. Denda dikenakan kepada penyedia barang/jasa atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sedang bunga dikenakan kepada pemerintah atas keterlambatan pembayaran.
C.     Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara
1.  Pelaksanaan  Anggaran  Pendapatan Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Penerimaan harus disetor seluruhnya ke kas negara/daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah. Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang oleh negara adalah hak negara sehingga harus disetor seluruhnya ke kas negara/daerah.
2.  Pelaksanaan Anggaran Belanja
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.  Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Pengguna
D.     Pengelolaan Uang
1.  Pengelolaan Kas Umum Negara
Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah. Dalam rangka penyelenggaraan rekening  pemerintah, menteri keuangan membuka Rekening Kas Umum Negara.
Uang negara disimpan dalam Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral. Uang negara dimaksud adalah uang milik negara yang meliputi rupiah dan valuta asing. Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara Umum Negara  dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada  bank umum dengan mempertimbangkan  asas kesatuan kas dan  asas kesatuan perbendaharaan, serta  optimalisasi pengelolaan kas.  Dalam hal tertentu, Bendahara Umum Negara dapat membuka rekening pada lembaga keuangan lainnya.  Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari. Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan  seluruhnya ke Rekening Kas Umum
2. Pelaksanaan Penerimaan Negara oleh Kementerian
Negara/Lembaga/Satuan Kerja  Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah memperoleh persetujuan dari Bendahara Umum Negara. Pembukaan rekening dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk. Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara  penerimaan  untuk menatausahakan penerimaan negara di lingkungan kementerian negara/lembaga. Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening kas negara.
3. Pengelolaan Uang Persediaan untuk Keperluan  Kementerian
Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/kantor/ satuan kerja, di lingkungan kementerian negara/lembaga dapat diberi persediaan uang kas (UP)  yang dikelola oleh bendahara pengeluaran untuk keperluan pembayaran yang  tidak dapat dilakukan langsung oleh Kuasa Bendahara Umum Negara kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu, diperlukan pembukaan rekening untuk penyimpan uang persediaan
sebelum dibayarkan kepada yang berhak.
E.     Pengelolaan  Piutang  dan  Utang
1. Pengelolaan Piutang
Pengelolaan piutang negara diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara mulai pasal 33 sampai dengan pasal 37, yang antara lain menyatakan sebagai berikut:
a.  Pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah serta kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam  undang-undang tentang APBN. Tata cara pemberian pinjaman atau hibah  tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Setiap pejabat yang diberi  kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara  wajib mengusahakan agar setiap piutang negara diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu. Piutang negara yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.  Piutang negara jenis tertentu antara lain piutang pajak dan piutang yang diatur dalam undang-undang tersendiri, mempunyai  hak mendahulu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hak mendahulu adalah hak menagih piutang negara yang Sistem mendapat prioritas utama (harus didahulukan), sebelum dilakukan pembayaran kepada kreditor lainnya.
2.  Penyelesaian Piutang Negara yang Tidak Disepakati Penyelesaian piutang negara yang timbul sebagai  akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang. Penyelesaian piutang yang menyangkut piutang negara ditetapkan oleh:
a.  menteri keuangan, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati tidak lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.  presiden, jika bagian piutang negara  yang tidak disepakati lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c.  presiden, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Bagian piutang yang tidak disepakati adalah selisih antara jumlah tagihan piutang menurut pemerintah dengan jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur.
3.  Penghapusan Piutang Negara
Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak  atau bersyarat  dari pembukuan pemerintah  pusat/daerah, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.   Penghapusan secara bersyarat dilakukan dengan menghapuskan piutang negara/daerah dari pembukuan pemerintah pusat/daerah  tanpa menghapuskan hak tagih negara/daerah. Sedangkan penghapusan  secara mutlak dilakukan dengan menghapuskan  hak tagih negara/daerah.
Penghapusan secara mutlak atau bersyarat sepanjang menyangkut piutang pemerintah pusat, ditetapkan oleh:
a.  menteri keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.  presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000.00 (seratus miliar rupiah);
c.  presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
4. Pengelolaan Utang
Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari  dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-
undang APBN.
5.  Kedaluwarsa Hak Tagih Utang Negara
Hak tagih mengenai utang atas beban negara kedaluwarsa setelah  lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Kedaluwarsa  dimaksud tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Kedaluwarsa dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Ketentuan kedaluwarsa dimaksud tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara.
F.  Pengelolaan  Investasi
Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi tersebut dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung. Investasi dan penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
G.  Pengelolaan Barang Milik Negara
1.  Ketentuan Umum Pengelolaan Barang Milik Negara Pokok-pokok pengurusan barang milik negara/daerah antara lain sebagai berikut:
  1. Menteri  Keuangan  selaku pengelola fiskal dan wakil dari pemerintah pusat dalam kepemilikan aset negara mengatur pengelolaan barang milik negara.
  2. Menteri/pimpinan  lembaga  adalah pengguna barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.
  3. Pengguna  Barang  dan/atau  Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
  4. Barang milik negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara tidak dapat dipindahtangankan.
  5. Barang milik negara yang berupa  tanah yang dikuasai pemerintah pusat harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
  6. Menteri Keuangan selaku  Bendahara Umum  Negara dalam menetapkan ketentuan pelaksanaan  pensertifikatan tanah yang dimiliki dan dikuasai pemerintah pusat berkoordinasi dengan lembaga yang bertanggung jawab di bidang pertanahan nasional.
  7. Bangunan milik negara harus  dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
  8. Tanah dan bangunan milik negara yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas  pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan,  wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara.
  9. Barang milik negara dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat. Demikian pula barang milik negara dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan jaminan.
2. Bendahara Barang atau Pejabat/Pegawai Pengurus Barang Milik Negara
Walaupun dalam definisi bendahara sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1 ayat 14 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 dinyatakan bahwa tanggung jawab pengurusan bendahara meliputi uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah, tetapi dalam pengaturan selanjutnya, baik dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara maupun Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, istilah  “bendahara barang”  tidak ada lagi. Dalam  PP No. 6 Tahun 2006 tersebut ada ketentuan yang
menyebutkan pejabat yang identik  dengan istilah bendahara barang yaitu pada pasal 6 yang menyatakan: menteri/pimpinan lembaga selaku pimpinan kementerian/lembaga adalah pengguna barang milik negara yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kuasa pengguna barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik negara.  Selanjutnya, dalam pasal 78 ayat (2) dinyatakan: pejabat/pegawai selaku pengurus barang dalam melaksanakan tugas rutinnya  diberikan tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara/daerah yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa istilah  “bendahara barang” tidak dikenal lagi dan diganti menjadi  “pejabat /pegawai pengurus barang milik negara”.  Pada dasarnya, pejabat/pegawai pengurus barang milik negara mempunyai
tugas untuk mengelola, menyimpan, mengeluarkan, dan membuat perhitungan/mempertanggungjawabkan barang-barang milik/kekayaan negara/daerah pada instansi/satker, baik barang-barang tersebut berada di dalam gudang maupun di tempat lain yang dikuasai negara/daerah.
F. Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilakukan oleh suatu badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, yaitu dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK memiliki  kewenangan untuk melakukan tiga jenis pemeriksaan, yakni pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 Comments:

asdfghjkl
 

HIMPUNAN MAHASISWA MANAJEMEN Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha, Free Blogger Templates